Dibawah Langit September

Langit cerah di Bulan September Bali mempesona Nirwana untuk duduk berlama-lama di pinggir pantai. Biasanya dengan mengamati langit biru, hatinya akan damai. Sementara perasaannya akan membaik dari perasaan buruk, dari hiruk-pikuk yang menghantui pikirannya, seperti bom yang memecahkan isi kepalanya. Bagi Nirwana memandang langit cerah adalah kebahagiaan kecil yang membawa kedamaian hati-walapun sementara.

Nirwana selalu berfikir, dibawah atap langit ini, siapa lagi yang sedang menatap bersamanya. Walaupun di tempat berbeda, pasti ada seseorang yang sedang menatap langit bersamanya. Ada seseorang yang berusaha untuk menikmati kebahagiaan kecil ini dengan melihat birunya langit. Awannya putih dan tersebar, tidak bergumpal banyak, namun tipis dan membentang lebar. Langit yang biru mendominasi, menyejukkan hati Nirwana. Ahhh, Andai saja langit sebiru dan sesejuk ini dapat hadir di Jakarta. Ia tidak perlu repot-repot terbang ke Bali menggunakan pesawat pulang pergi dengan tiket yang lumayan menguras kantong.

Langit di Jakarta berbeda, tidak sedamai ini. Terlalu banyak polusi di sana. Belum lagi tingginya gedung-gedung perkantoran membuat pemandangan langit luas terpotong-potong. Atau, kalaupun dia melihat dari tempat yang tinggi, Gedung sebelah kantornya membuat ia hanya dapat melihat langit yang terbatas saja. Tidak setiap waktu dia bisa naik ke lantai tertinggi di gedung tempat dia bekerja, dia tidak punya waktu banyak untuk itu. Dia terhimit waktu, terhimpit jarak, ahhhh, ternyata dunia sudah  menghimpitnya di usia yang masih muda ini.

bali

Pernah sekali waktu, dia begitu terpana melihat seberkas awan yang berbentuk seyuman ketika berjalan di jembatan penyebrangan orang. Jarang-jarang ada pemandangan indah seperti ini datang ke Jakarta. Saat itu langit berwarna oranye, Ia baru pulang kerja ketika berjalan di jembatan penyebrangan. Hari itu merupakan hari yang berat baginya, hari yang sibuk, ada beberapa hal yang harus dikerjakan sekaligus, karena dateline pekerjaannya sudah dekat. Dengan rambut yang lepek dan dua tas jinjing yang dibawanya, dia berjalan cepat melintasi jembatan penyebrangan yang panjang. Kakinya terus digerakkan, begitupun dengan orang-orang di sekitarnya yang terus melaju cepat. Dia masih menunduk mengamati langkahnya, sampai ketika ia mengangkat wajahnya, di percabangan jembatan, dia terhenyak, menatap seberkas awan yang tersenyum kepadanya, dengan latar belakang langit berwarna orange. Dia terdiam, terpesona, melihat keindahan langit, dan merasakan damai, ternyata langit Jakarta bisa juga menghadirkan keindahan- batinnya saat itu. Namun orang dibelakangnya menabrak dan berkomentar “duh, kok berhenti tiba-tiba sih mbak, jangan berhenti di tengah jalan donk”. Nirwana tersadar, dan menepikan langkahnya ke pinggir, dekat dengan pedagang aksesoris yang mencari kesempatan berjualan di jembatan penyebrangan.

Dilihatnya seberkas senyum itu, seketika dia ikut tersenyum. langit selalu bisa membantunya bahagia. Walaupun ini hari yang berat, ini bukan hidup yang berat katanya dalam hati. Lihat saja, Tuhan hari ini, di hari yang berat ini memberinya senyum yang jarang Ia lihat di Jakarta. “Indah”, katanya “bagus”, tambahnya lagi. “lihat nak, awannya berbentuk senyum”, kata pedagang aksesoris di jembatan kepada anaknya. “yang dua matanya, yang lebar senyumnya”, ujar pedagang aksesoris kepada anaknya. Nirwana melihat juga ke pedangang tadi, ternyata di antara keramaian ini, hanya sedikit orang yang bisa melihat keindahan. Di belinya dua gelang berwarna biru dan orangye, lalu ia kembali berjalan lagi. Melebur bersama keramaian orang lagi, mengejar bus kota yang selalu ramai.

Happy Long weekend teman-teman ^^
Ini cerita saya buat ketika lagi mumet di Bulan September.Mengalihkan pikiran negatif dengan menulis ternyata sangat bermanfaat.

so guys, apa yang kalian lakukan untuk mengalihkan pikiran negatif? share donk

 

Tanpa Putih Abu-abu Lagi

bali1

Kita masih belum tau apa yang akan kita hadapi
Karena bila ada sedikit masalah, kita langsung bersama-sama menyelesaikannya
Dan tertawa bersama mengenai hal lucu yang sebenarnya sederhana
Kita terlau santai menghadapi masa depan seolah
Dia akan selalu berbaik hati pada kita yang riang ini
Aku juga suka mengingat pertengkaran-pertengkaran kecil kita
Seperti biasa, awalnya dimulai karena emosi di masa labil kita
Selalu ingin kelihatan paling
Kau mengagumiku
Dan aku mengagumimu
Kau ingin seperti aku, dan aku ingin sepertimu
Wah, betapa kita berdua egois terhadap emosi kita
Yang penting adalah bahagia dan saling melengkapi dimanapun kita berada

Setiap pertengkaran kita adalah perekat persahabatan kita
Setiap petualangan kita adalah pelajaran kita
Sampai ketika kita harus berjalan masing-masing ke masa kedewasaan tanpa ada aku
Dan tanpa ada kau
Tidak ada kata kita
Karena kau merencanakan masa depanmu di sana
Dan aku merencanakan masa depanku di sini
Rindu tapi hangat rasanya ,membayangkan betapa beraninya kita di masa remaja
Dan betapa pengecut dan hati-hatinya kita dimasa dewasa
Walaupun jauh, kau tetap ingat kebiasaanku
Dan aku tetap ingat kelakuan sikap burukmu yang hanya dapat dipahami oleh sedikit orang
Kau bilang berbeda kalau tidak denganku
Namun tahukah kau jika hari ini aku marah padamu, semua itu karena aku sayang padamu
Sahabat bukan hanya masalah sehari bersamamu,dua hari, atau seterusnya
Sahabat adalah bagian dari dirimu yang tidak selalu mendukungmu, kalau dia tau kau salah
Bagian dirimu yang sedih jika kau bersedih
Bagian dirimu yang tertawa ketika kau gembira
Jadi walaupun terpisah jauh, bukankah kita masih dapat saling mengandalkan?
Dunia yang luas ini,
Dunia yang dewasa ini
Aku tidak berani jika berjalan sendiri
Dukung aku, doakan aku
Sahabatku

By: Krisnawati Sigiro

Tertawalah di Pulau Bali

Pernah dengar kalimat seperti ini; apa yang kamu tertawakan sekarang akan balik menertawakan kamu nantinya. Kalimat ini terjadi dalam sebuah pengalaman liburan seru yang tidak akan terlupakan oleh saya dan teman-teman.

Perasaan luar biasa kagum saya rasakan di saat menjejakkan kaki di Bali. Bali merupakan Provinsi yang mempunyai gaya hidup dan kebiasaan yang kental dengan kepercayaan agama dari leluhur mereka. Untuk sesaat saya merasa terasing seperti berada di negeri orang ketika melihat para penduduk Bali yang mayoritas Hindu berpakaian tradisional sedang sembahayang dan memberi persembahan kepada leluhur mereka. Ini luar biasa sekali! Itu yang saya serukan di dalam hati ketika melihat budaya mereka yang teguh dan selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali. Mungkin karena alasan itulah pengunjung domestik dan mancanegara setuju bahwa Bali merupakan pulau yang tidak pernah bosan untuk dikunjungi.

Kembali ke cerita liburan saya, ketika itu saya dan teman-teman memutuskan untuk melihat sunset di sebuah caffe di Seminyak. Awalnya tempat itu direkomendasikan oleh seorang teman yang berdomisili di Bali. Dan seperti yang sebelumnya saya ungkapkan, tempat ini indah sekali! Saya merasa bahwa Bali adalah tempat matahari untuk berpulang. Bola api yang merah menyala itu benar-benaar menghipnotis saya dan semua pengunjung melihat keelokannya saat akan pulang ke peraduannya. Biar saya jelaskan mengapa ini adalah pemandangan yang luar biasa bagi saya. Saat itu saya duduk di sebuah sofa empuk di pinggir pantai bersama tiga teman saya dengan payung warna-warni diatas kepala kami, hembusan angin sore yang sejuknya mengimbangi panas Pulau Bali, musik yang mempermanis suasana pantai dan lebih dari itu di hadapan saya laut membentang seperti karpet mempertontonkan saat si matahari pulang ke peraduannya dengan anggun dan perlahan. Sungguh ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan!

Walaupun duduk berlama-lama di tempat ini, saya tidak akan bosan. Penyanyi yang tampil di tempat ini benar-benar tau cara menghibur pengunjungnya. Mereka menyanyikan lagu Indonesia maupun mancanegara dan terkadang mengundang pengunjung untuk menyanyi bersama. Kamu akan banyak tertawa di Bali. Melihat pemandangan pantai yang indah, berlari-larian di pinggir pantai, dan melihat matahari terbenam.

Selesai mengunjungi Pantai Seminyak, saya dan teman-teman beranjak menuju ke tempat selanjutnya yaitu Jalan Legian. Jalan legian ini terkenal akan club maupun deretan pertokoannya yang ramai. Ditengah riuhnya candaan orang-orang dari berbagai negara tempat ini pernah memberikan sejarah kelam terhadap keamanan Bangsa Indonesia yang sampai sekarang masih lekat diingatan. Jalan Legian ini pernah mengalami peristiwa terorisme yang lebih dikenal dengan tragedi Bom Bali pada tahun 2002 dan 2005. Saat saya berkunjung ke monumen korban tragedi Bom Bali, ada perasaan haru terhadap korban-korban yang meninggal.

Berjalan mengunjungi setiap pertokoan di antara banyaknya orang dan ramainya jalan menjadi hal yang mengasyikkan. Jalan Legian memang terkenal akan kemacetannya apalagi saat malam hari ketika orang-orang mulai bereksplorasi tentang apa yang Bali sediakan di malam harinya. Sedangkan saya dan teman-teman yang sudah mengitari pertokoan dan berbelanja aksesoris cantik buatan Bali memutuskan untuk duduk mengistirahatkan kaki di sebuah minimarket di Legian. Di sinilah hal lucu terjadi saat saya dan teman-teman duduk di sebuah meja kosong di sebelah para pemuda Bali dan pemuda Asing sedang bercerita tentang topik yang saya tidak mengerti. Saya beranjak untuk membeli mie instan dan menyeduhnya di bagian cashier, kemudian kembali ke meja di mana tiga teman saya berkumpul. Saya melihat mereka tertawa terbahak-bahak. Saya yang tidak mengetahui apa yang mereka tertawakan menjadi penasaran. Meletakkan mie instan di meja, saya bertanya kenapa mereka tertawa begitu kencangnya. Teman saya mengambil nafas sebentar, kemudian menceritakan kejadiannya. Teman saya merupakan seorang gadis keturunan Tionghoa yang cantik, dia mempunyai kebiasaan bertopang dagu ketika memikirkan sesuatu. Nah, saat dia bertopang dagu dia tidak menyadari bahwa lurus dengan tatapannya ada seorang pria tua berkewarganegaraan Asing yang duduk. Pria itu menjadi salah tingah saat merasa ditatap oleh teman saya. Pria tua itu kemudian bangkit dari kursinya kemudian mengeluarkan handphonenya dan memfoto teman saya. Dia yang tidak mengetahui apa-apa merasa kaget, sedangkan dua teman saya tertawa terbahak-bahak. Teman saya menunjuk seorang lelaki tua yang masih berdiri di depan pintu minimarket dan saya melihat seorang pria tua beruban sedang mengerlingkan mata sambil berkata “beautiful” ke arah teman Tionghoa saya. Saya langsung tertawa terbahak-bahak seperti teman saya sebelumnya. Seorang pria warga negara asing yang sudah tua menyukai teman saya yang masih duduk di bangku kuliah! Lucu sekali! Teman saya sempat kesal kepada saya ketika saya terus meledeknya.

Saya mengaduk mie instan yang sudah matang saat kemudian seorang di samping meja saya berkata “hei you”. Ketika merasa yang dipanggil bukan saya, saya masih tetap saja menunduk dan mengaduk mie instan saya, kemudian suara di samping saya berkata lagi “hei you”.

“Mbak teman saya manggil”, seorang pemuda yang merupakan orang Bali berkata dalam Bahasa Indonesia kepada kami berempat.

“you look beautiful, where do you come from? Dia melanjutkan dan bertanya kepada saya yang sedang menggeleng-gelengkan kepala terhadap tingkah pria Bule tersebut.
Saya masih diam namun dia masih tetap berbicara dalam Bahasa Inggris, “Holland? You look beautiful”.

Saya hanya menanggapi dengan tersenyum singkat kemudian bertanya kepada temannya yang merupakan orang Bali “temen kamu mabuk ya?” saya curiga pria tersebut sedang mabuk melihat banyak botolan bir di meja mereka.

Pria asing tersebut bertanya kepada temannya apa yang saya tanyakan. Dan yang membuat saya lebih kaget adalah saat temannya berkata kepada pria asing tersebut “she likes you”. Teman-teman saya tertawa begitupun dengan teman-teman pria asing tersebut. Sedangkan saya hanya melongo mendengar penuturan lelaki Bali tersebut. Dan teman saya ikut menertawakan saya?!

Sampai kemudian hal yang lebih memalukan terjadi ketika dia tiba-tiba melantunkan potongan lagu Bruno Mars. “….cause you’re amazing just the way you are..” teman-temanya tertawa dan bersorak dengan riangnya sambil bertepuk tangan sementara saya menunduk malu karena diamati oleh ibu-ibu berkerudung di belakang kami.

Para lelaki tadi kemudian beranjak pergi, mereka berdiri sambil mendiskusikan ‘next destination’ ke teman-temannya. Mereka keluar melewati kami, sambil lewat si pria bule meniupkan ciuman melalui tangannya dan berkata “bye-bye”. Saya hanya tersenyum masam ketika teman-teman saya tertawa dengan hebatnya. So, inilah dia tertawa dan ditertawakan. Seperti yang sebelumnya saya ucapkan, “kamu akan banyak tertawa di Bali”.

This was captured on January.
This was captured on January.