Mendaki Gunung Gede Pangrango

Tepat dua minggu lalu saya dan teman-teman melakukan pendakian Gunung Gede Pangrango melalui Jalur Gunung Putri. Well, agak sediki nekat sih melakukan pendakian pada Bulan Oktober yang merupakan musim hujan. Berhubung saya dan teman-teman sudah merencanakan pendakian ini cukup lama, maka Kami tetap sepakat melakukan pendakian.

Singkatnya, tim pendakian ini terdiri dari 14 orang, dengan formasi 11 laki-laki dan 3 perempuan. Dengan jadwal perjalanan berangkat dari Jakarta hari Jumat pukul 23.00 malam menuju Gunung Puteri. Kami istirahat beberapa jam sebelum melakukan pendakian pada hari Sabtu jam 7.00 Pagi.

IMG_20171014_072131

Papan Petunjuk arah dari Gunung Putri

Sabtu pagi, kami melakukan persiapan singkat termasuk sarapan dan morning briefing. Cuaca cukup cerah dan suhu udara sudah mulai naik, lebih bersahabat dibandingkan suhu sabtu dini hari tadi. Saya sudah melepaskan jaket tebal saya, dan menggunakan jaket yang lebih tipis.

IMG_20171014_070633Wajib Lapor di pos SIMAKSI

Jumlah pendaki pagi itu sangat ramai, terlihat dari banyaknya peserta yang melakukan registasi ulang di pos SIMAKSI Gunung Puteri. Rata-rata pendaki yang datang berasal dari daerah JABODETABEK. Saya dalam hati membatin, “untuk dapat udara segar kita harus pergi sejauh ini” 😉 But dasar penduduk Ibukota yang butuh asupan udara segar, kami tetap saja datang menenteng carrier yang beratnya berkilo-kilo. Saya dan teman perempuan yang lain hanya membawa daypack saja, sedangkan ke-11 teman laki-laki bertugas untuk membawa carrier. So, pendakian tidak terlalu berat lah..

Sepanjang pendakian suasananya ramai, karena banyaknya orang dan banyak yang menyetel musik. Sampai ada yang niat bawa audio speaker buat kondangan. 😀 Senyum, sapa, dan pemberi semangat adalah hal yang sering saya jumpai walaupun dengan orang asing. Kalimat seperti “asal mana Mbak?”, “semangat mbak”, “mau minum dulu”, dan kalimat ramah tamah lainnya sering dijumpai dalam pendakian ini.

IMG_20171014_073453IMG_20171014_074718IMG_20171014_082629

Ramai Pendaki

Satu hal yang membuat saya kaget adalah ternyata di Gunung Gede, mulai  dari Pos I, Pos II, Pos 3, Pos 4, sampai puncak, ada tukang penjual gorengan, nasi uduk dan minuman. Ini hal baru bagi saya. Ketika akan mendaki, saya tidak mencari informasi dulu, karena sudah percaya dengan tim seperjalanan.

IMG_20171014_144957

Penjual Makanan dan Minuman

Setelah sembilan jam pendakian, kami sampai di alun-alun Surya Kencana. Kami memasang empat tenda untuk bermalam di sana. Suhu udara sangat rendah, saya sampai menggigil, begitupun anginnya bertiup sangat kencang. Berkat kekuatan sleeping bag, dan jaket tebal surprisingly saya dapat tidur nyenyak hehehehe.

IMG_20171014_165819

Surya Kencana Berkabut

Pukul 05.00 pagi saya dan teman-teman mendaki ke puncak untuk mengejar matahari terbit. Sekitar satu jam sepuluh menit Kami tiba di puncak saat sudah terang, dan perburuan fotopun di mulai. Seru deh, puas rasanya bisa sampai ke puncak Gunung Gede, melihat pemandangan yang sebegitu Indahnya juga menikmati udara yang segar. Walaupun kaki sakit selama 3 hari, saya tetap bahagia karena pengalaman ini. Kebahagiaan yang didapat ketika kita cinta dengan alam, dan alam balik mencintai kita itu tidak dapat diganti dengan cinta benda mati lainnya. Buktinya, ketika pendakian niatnya baik, alam membalas memberi udara segar  dan cuaca yang cerah selama pendakian,,, ahhhhh we Thank You God!

IMG-20171016-WA0009

Kaku karena kedinginan

NB: semua foto doc.pribadi.

Tertawalah di Pulau Bali

Pernah dengar kalimat seperti ini; apa yang kamu tertawakan sekarang akan balik menertawakan kamu nantinya. Kalimat ini terjadi dalam sebuah pengalaman liburan seru yang tidak akan terlupakan oleh saya dan teman-teman.

Perasaan luar biasa kagum saya rasakan di saat menjejakkan kaki di Bali. Bali merupakan Provinsi yang mempunyai gaya hidup dan kebiasaan yang kental dengan kepercayaan agama dari leluhur mereka. Untuk sesaat saya merasa terasing seperti berada di negeri orang ketika melihat para penduduk Bali yang mayoritas Hindu berpakaian tradisional sedang sembahayang dan memberi persembahan kepada leluhur mereka. Ini luar biasa sekali! Itu yang saya serukan di dalam hati ketika melihat budaya mereka yang teguh dan selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali. Mungkin karena alasan itulah pengunjung domestik dan mancanegara setuju bahwa Bali merupakan pulau yang tidak pernah bosan untuk dikunjungi.

Kembali ke cerita liburan saya, ketika itu saya dan teman-teman memutuskan untuk melihat sunset di sebuah caffe di Seminyak. Awalnya tempat itu direkomendasikan oleh seorang teman yang berdomisili di Bali. Dan seperti yang sebelumnya saya ungkapkan, tempat ini indah sekali! Saya merasa bahwa Bali adalah tempat matahari untuk berpulang. Bola api yang merah menyala itu benar-benaar menghipnotis saya dan semua pengunjung melihat keelokannya saat akan pulang ke peraduannya. Biar saya jelaskan mengapa ini adalah pemandangan yang luar biasa bagi saya. Saat itu saya duduk di sebuah sofa empuk di pinggir pantai bersama tiga teman saya dengan payung warna-warni diatas kepala kami, hembusan angin sore yang sejuknya mengimbangi panas Pulau Bali, musik yang mempermanis suasana pantai dan lebih dari itu di hadapan saya laut membentang seperti karpet mempertontonkan saat si matahari pulang ke peraduannya dengan anggun dan perlahan. Sungguh ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan!

Walaupun duduk berlama-lama di tempat ini, saya tidak akan bosan. Penyanyi yang tampil di tempat ini benar-benar tau cara menghibur pengunjungnya. Mereka menyanyikan lagu Indonesia maupun mancanegara dan terkadang mengundang pengunjung untuk menyanyi bersama. Kamu akan banyak tertawa di Bali. Melihat pemandangan pantai yang indah, berlari-larian di pinggir pantai, dan melihat matahari terbenam.

Selesai mengunjungi Pantai Seminyak, saya dan teman-teman beranjak menuju ke tempat selanjutnya yaitu Jalan Legian. Jalan legian ini terkenal akan club maupun deretan pertokoannya yang ramai. Ditengah riuhnya candaan orang-orang dari berbagai negara tempat ini pernah memberikan sejarah kelam terhadap keamanan Bangsa Indonesia yang sampai sekarang masih lekat diingatan. Jalan Legian ini pernah mengalami peristiwa terorisme yang lebih dikenal dengan tragedi Bom Bali pada tahun 2002 dan 2005. Saat saya berkunjung ke monumen korban tragedi Bom Bali, ada perasaan haru terhadap korban-korban yang meninggal.

Berjalan mengunjungi setiap pertokoan di antara banyaknya orang dan ramainya jalan menjadi hal yang mengasyikkan. Jalan Legian memang terkenal akan kemacetannya apalagi saat malam hari ketika orang-orang mulai bereksplorasi tentang apa yang Bali sediakan di malam harinya. Sedangkan saya dan teman-teman yang sudah mengitari pertokoan dan berbelanja aksesoris cantik buatan Bali memutuskan untuk duduk mengistirahatkan kaki di sebuah minimarket di Legian. Di sinilah hal lucu terjadi saat saya dan teman-teman duduk di sebuah meja kosong di sebelah para pemuda Bali dan pemuda Asing sedang bercerita tentang topik yang saya tidak mengerti. Saya beranjak untuk membeli mie instan dan menyeduhnya di bagian cashier, kemudian kembali ke meja di mana tiga teman saya berkumpul. Saya melihat mereka tertawa terbahak-bahak. Saya yang tidak mengetahui apa yang mereka tertawakan menjadi penasaran. Meletakkan mie instan di meja, saya bertanya kenapa mereka tertawa begitu kencangnya. Teman saya mengambil nafas sebentar, kemudian menceritakan kejadiannya. Teman saya merupakan seorang gadis keturunan Tionghoa yang cantik, dia mempunyai kebiasaan bertopang dagu ketika memikirkan sesuatu. Nah, saat dia bertopang dagu dia tidak menyadari bahwa lurus dengan tatapannya ada seorang pria tua berkewarganegaraan Asing yang duduk. Pria itu menjadi salah tingah saat merasa ditatap oleh teman saya. Pria tua itu kemudian bangkit dari kursinya kemudian mengeluarkan handphonenya dan memfoto teman saya. Dia yang tidak mengetahui apa-apa merasa kaget, sedangkan dua teman saya tertawa terbahak-bahak. Teman saya menunjuk seorang lelaki tua yang masih berdiri di depan pintu minimarket dan saya melihat seorang pria tua beruban sedang mengerlingkan mata sambil berkata “beautiful” ke arah teman Tionghoa saya. Saya langsung tertawa terbahak-bahak seperti teman saya sebelumnya. Seorang pria warga negara asing yang sudah tua menyukai teman saya yang masih duduk di bangku kuliah! Lucu sekali! Teman saya sempat kesal kepada saya ketika saya terus meledeknya.

Saya mengaduk mie instan yang sudah matang saat kemudian seorang di samping meja saya berkata “hei you”. Ketika merasa yang dipanggil bukan saya, saya masih tetap saja menunduk dan mengaduk mie instan saya, kemudian suara di samping saya berkata lagi “hei you”.

“Mbak teman saya manggil”, seorang pemuda yang merupakan orang Bali berkata dalam Bahasa Indonesia kepada kami berempat.

“you look beautiful, where do you come from? Dia melanjutkan dan bertanya kepada saya yang sedang menggeleng-gelengkan kepala terhadap tingkah pria Bule tersebut.
Saya masih diam namun dia masih tetap berbicara dalam Bahasa Inggris, “Holland? You look beautiful”.

Saya hanya menanggapi dengan tersenyum singkat kemudian bertanya kepada temannya yang merupakan orang Bali “temen kamu mabuk ya?” saya curiga pria tersebut sedang mabuk melihat banyak botolan bir di meja mereka.

Pria asing tersebut bertanya kepada temannya apa yang saya tanyakan. Dan yang membuat saya lebih kaget adalah saat temannya berkata kepada pria asing tersebut “she likes you”. Teman-teman saya tertawa begitupun dengan teman-teman pria asing tersebut. Sedangkan saya hanya melongo mendengar penuturan lelaki Bali tersebut. Dan teman saya ikut menertawakan saya?!

Sampai kemudian hal yang lebih memalukan terjadi ketika dia tiba-tiba melantunkan potongan lagu Bruno Mars. “….cause you’re amazing just the way you are..” teman-temanya tertawa dan bersorak dengan riangnya sambil bertepuk tangan sementara saya menunduk malu karena diamati oleh ibu-ibu berkerudung di belakang kami.

Para lelaki tadi kemudian beranjak pergi, mereka berdiri sambil mendiskusikan ‘next destination’ ke teman-temannya. Mereka keluar melewati kami, sambil lewat si pria bule meniupkan ciuman melalui tangannya dan berkata “bye-bye”. Saya hanya tersenyum masam ketika teman-teman saya tertawa dengan hebatnya. So, inilah dia tertawa dan ditertawakan. Seperti yang sebelumnya saya ucapkan, “kamu akan banyak tertawa di Bali”.

This was captured on January.
This was captured on January.