percayakah kau, aku masih menunggu keajaiban itu teman
Aku menunggu saat yang damai, aku bisa menggandeng tanganmu lagi melewati kerikil- kerikil itu
Tersenyum dalam dalam damai saat kita memulai memainkan batu-batu itu menjadi sebuah permainan untuk membunuh kebosanan dan penderitaan kita walau hanya sesaat
Kadang jika kita sedang kelaparan, kita juga berusaha membuat sebuah permainan tebak-tebakan
Dan disaat itu sudah membosankan, kita akan bermain permainan seandainnya
Aku masih ingat kau paling suka berkata seandainnya kita dapat mengubah kerikil ini menjadi uang, kau akan membelikan makanan yang banyak untuk kita untuk menghilangkan gemuruh di dalam perut kita
Sedang aku paling suka mengandaikan jika kita melemparkan kerikil ini kedalam sungai maka nasib kita akan berubah lebih baik
Biasanya kita akan terlalu lelah bermain seandainnya dan mulai beranjak ke panggung hidup kita yang sebenarnya, kita akan mulai bernyanyi dan membuka calung dalam tangan kita kepada dunia
Dan aku benci untuk mengingat hari disaat aku tidak bisa menggandeng tanganmu
Kau katakana padaku gemuruh di dalam perutmu seperti suara peluit di panggung hidup kita yang menyuruhmu untuk berhenti sampai disini
Aku tidak mau, aku tidak mau bernyanyi sendiri di panggung hidup ini
Walaupun sangat sedikit rupiah yang ditampung calung tangan kita, bukankah kita selalu berbagi temanku??
Pagi itu, aku menunggumu bangun, aku menunggumu untuk bermain seandainnya..aku menunggumu untuk berkata seandainya aku punya uang, aku akan membelikan makannan yang enak untuk kita
Kau tetap tenang berbaring di samping kerikil yang kita mainkan semalam
Kau dingin
Kemudian aku berlari ke sungai itu
Melempar kerikil sebanyak yang aku bisa
kuteriakkan temanku, seandainya dunia sedikit lebih adil kepada kita
Seandainnya kau bisa bangun dan tetap bersamaku seperti biasanya
Ahh..itu semuanya hanyalah seandainnya
Dan pada kenyataannya aku pergi, pergi dari sungai itu, untuk bernyanyi sendiri
Di panggung kehidupan
Krisnawati Sigiro